OIKETAI Tekno – Kasus kejahatan siber sedang melanda dunia. Kejahatan siber dapat berdampak sangat serius pada individu, perusahaan, dan bahkan negara.
Berbagai dampak kejahatan maya ini di antaranya kehilangan data, gangguan operasional. pencurian identitas, kerugian finansial, hilangnya reputasi, hingga kepada ancaman keamanan nasional.
Berikut adalah beberapa jenis kejahatan siber yang umum dilakukan oleh pelaku kejahatan di dunia maya:
Phishing: adalah upaya untuk memperoleh informasi pribadi atau data sensitif melalui teknik penipuan online, seperti email palsu, situs web palsu, atau pesan instan.
Malware: adalah program jahat yang dimaksudkan untuk merusak atau mengambil alih sistem atau data pengguna.
Serangan DDoS: adalah serangan yang mengakibatkan layanan online menjadi tidak tersedia dengan cara mengalihkan sumber daya jaringan, sehingga menghambat akses pengguna ke situs web atau layanan online.
Ransomware: adalah program jahat yang memblokir akses pengguna ke sistem atau data mereka dan meminta tebusan untuk mengembalikan akses tersebut.
Serangan jaringan: adalah upaya untuk mengakses sistem atau jaringan tanpa otorisasi, biasanya dengan tujuan mencuri informasi atau merusak sistem.
Pencurian identitas online: adalah upaya untuk mencuri informasi pribadi pengguna, seperti nama, tanggal lahir, nomor KTP atau informasi keuangan, dengan cara memalsukan identitas.
Scam: adalah upaya untuk menipu pengguna online dengan memberikan informasi palsu atau menawarkan produk atau layanan palsu.
Peretasan: adalah upaya untuk memasuki sistem atau jaringan dengan cara meretas kata sandi atau mencari celah keamanan untuk memperoleh akses tidak sah ke data atau sistem yang terlindungi.
Kasus kejahatan siber kerap terjadi dan menjadi bom waktu bagi Indonesia jika tidak lekas ditangani secara preventif. Tidak hanya dunia usaha yang sudah menjadi korban, tapi juga instansi pemerintah.
Terbaru adalah aksi peretasan sistem IT BPJS Ketenagakerjaan oleh Hacker Bjorka. Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), aksi kejahatan siber terhadap sistem IT pelaku usaha maupun instansi pemerintah semakin marak terjadi dalam tiga tahun terakhir.
Lembaga negara yang khusus memata-matai para hacker atau peretas ini mencatat ada sekitar lima ribu kasus kejahatan siber pada 2021. Bahkan, tahun lalu, aksi peretasan dan penyusupan ke sistem IT juga menyerang Bank Indonesia (BI), Pertamina, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Namun demikian, kejahatan siber bukanlah hal yang baru tapi sudah terjadi sejak awal 2000-an. Kini, intensitasnya semakin meningkat seiring semakin pesatnya pertumbuhan penggunaan sistem TI pada proses kerja dan bisnis di swasta maupun pemerintahan.
Laporan National Cyber Security Index (NCSI) juga mencatat, skor indeks keamanan siber Indonesia sebesar 38,96 poin dari 100 pada 2022. Angka ini menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20.
Sementara secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-83 dari 160 negara dalam daftar di laporan tersebut. Sayangnya, dengan kondisi yang sangat rentan seperti itu, pemerintah terkesan belum serius dalam menangani kejahatan siber yang kian marak.
Upaya perbaikan untuk meningkatkan keamanan siber di Indonesia, menurut Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja, masih jauh dari yang diharapkan. Ia berpendapat bahwa ada masalah ego sektoral kronis yang parah dalam penanganan keamanan siber di Tanah Air. “Pendekatan yang dilakukan adalah birokrasi.
Nah, kalau pendekatan birokrasi masing-masing sektor akan punya ‘kerajaan-kerajaan kecil’ yang harus didahulukan. Sedangkan, pendekatan untuk keamanan siber harus ‘agile and out of the box’. Kita berlomba dengan waktu,” kata dia di Jakarta, Minggu, 26 Maret 2023.
Laporan National Cyber Security Index (NCSI) juga mencatat, skor indeks keamanan siber Indonesia sebesar 38,96 poin dari 100 pada 2022. Angka ini menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20. Sementara secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-83 dari 160 negara dalam daftar di laporan tersebut.
Sayangnya, dengan kondisi yang sangat rentan seperti itu, pemerintah terkesan belum serius dalam menangani kejahatan siber yang kian marak. Upaya perbaikan untuk meningkatkan keamanan siber di Indonesia, menurut Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja, masih jauh dari yang diharapkan. Ia berpendapat bahwa ada masalah ego sektoral kronis yang parah dalam penanganan keamanan siber di Tanah Air. “Pendekatan yang dilakukan adalah birokrasi.
Nah, kalau pendekatan birokrasi masing-masing sektor akan punya ‘kerajaan-kerajaan kecil’ yang harus didahulukan. Sedangkan, pendekatan untuk keamanan siber harus ‘agile and out of the box’. Kita berlomba dengan waktu,” kata dia di Jakarta, Minggu, 26 Maret 2023. DO/MNT/viva