May 17, 2025
1

Ilustrasi: cdn.com

Satu malam dalam lamunan tanpa kopi dan rokok saya membayangkan ketika suplai oksigen [O²] yang bertebaran di jagat raya ini tiba-tiba hilang seketika. 

Mungkin skenario pemilik O²  ingin memastikan  kesadaran para pemakai O² bahwa mereka [manusia] lupa dan fana bahwa pemilik O² itu Aku [Lord] / [God]. Tentu tak terbayangkan apa yang akan terjadi, bukan?

Pasti banyak  pengguna akut O² itu akan mencekik leher mereka sendiri dan akhirnya mati bukan karena mereka bunuh diri tapi mati karena tak mendapat suplai O² itu lagi.

Kesaksian ini membawa fikiran yang melayang [fiqri Yatir] saya melihat ketergantungan kita [manusia] pada modernisasi hari ini yang telah menguntungkan sebagian besar  kehidupannya pada teknologi modern itu.

Bahkan kata keagungan [magnifique] yang sarat dengan spritualisme dan kenabian tidak tersebut lagi dalam denyut algoritma numerik angka dan kata dalam bahasa pemrograman saintifik modernisasi itu lagi.

Peran manusia sudah banyak digantikan dengan mesin-mesin canggih, cukup dengan sebuah handphone hari ini komunikasi bisa dilakukan dengan bertatap muka langsung dan tidak perlu harus bermeditasi sampai “berlumut” sekujur tubuh.

Kecerdasan artifisial yang semakin  masif menambah kuat ketergantungan [dependentia] yang melebihi “candu” dalam kehidupan.

Ketika ketergantungan ini sudah tidak bisa terlepaskan, tiba-tiba semua modernisasi dan kecanggihan yang telah “meninabobokan” itu shutdown seketika dari tombol sentral yang entah siapa yang memegangnya, entah itu Elon Musk, Mark Zuckerberg, Donald Trump, Bill Gate atau Harun Masiku yang menghilang sampai hari ini. What happened? Apa yang terjadi pada dunia?

Kan, tidak mungkin lagi kita harus mengantri panjang untuk mengambil uang di depan petugas bank yang cantik-cantik itu dengan peluh meleleh di jidat. (*)