February 10, 2025
1

Ilustrasi: wallpaperflare.com

Oleh Harnata Simanjuntak

Gajah Mina sang hewan legenda syahdan muncul di perairan Natuna Utara tahun 2021 lalu. Kehebohan terjadi karena bangkai si hewan gergasi memiliki gading, menyerupai deskripsi yang beredar selama ini.

Tak lama kemudian LIPI memberi klarifikasi, bangkai tersebut adalah Paus Baleen, dan benda serupa gading adalah tulang rahang yang keluar karena daging telah membusuk.

Jauh sebelumnya viral video bertajuk manusia yang dikutuk berubah menjadi pari, lengkap dengan bumbu cerita kedurhakaan kepada ibu. Kemudian diketahui bahwa ia bukanlah makhluk jadi-jadian, namun adalah sebenar-benar pari. Beberapa jenis ikan pari yakni Dasyatidae dan Myliobatidae  memang sekilas memiliki wajah mirip manusia.

Pengenalan kita terhadap beragam jenis hewan akuatik memang masih jauh dari cukup. Bahkan untuk sekadar mengetahui nama – nama ikan yang dijual di pasar pun kerap kesulitan.

Studi dilakukan oleh Mora et al. tahun 2011 dengan judul “How Many Species Are There on Earth and in the Ocean? menyebutkan hewan akuatik yang hidup di laut saja diperkirakan 2,2 juta jenis spesies. Di dalamnya tentu termasuk hewan  laut unik, monster perairan darat dan laut yang sering disalah-artikan menjadi makhluk mitologi.

Ketika sekarang sebentang ragam hewan memikat itu terancam menghilang satu per satu, kita bahkan belum sempat melihatnya. Hewan akuatik menghadapi ancaman dari segala penjuru.

Perubahan iklim di mana suhu dan peningkatan keasaman laut, yang berdampak pada keseimbangan ekosistem laut dan ketersediaan makanan untuk spesies akuatik.

Kegiatan manusia menghasilkan dua juta ton karbon dioksida setiap hari dan hanya sebagian kecil diserap tanaman. Sisanya dipercaya larut ke perairan dan pada tahun 2003 fenomena ini disebut sebagai pengasaman laut.

Banyak hewan air bergantung pada proses kalsifikasi untuk membangun struktur penopang kehidupan seperti cangkang dari kalsium karbonat. Pengapuran sulit terjadi  di lingkungan asam.

Kerang, moluska, tiram, bulu babi, semuanya bergantung pada kalsifikasi. Bahkan fitoplankton dan zooplankton sebagai organisme mikroskopis di bagian bawah rantai makanan mengandalkan kalsifikasi (pengapuran) untuk strukturnya. Tanpa sumber makanan ini, hewan yang lebih tinggi dalam rantai makanan akan sulit hidup..

Belum lagi overfishing, pencemaran air oleh limbah industri, perkotaan dan pertanian , kehilangan habitat seperti kerusakan karang, penggundulan hutan mangrove, dan pendangkalan sungai, spesies invasif, juga  memberi ancaman.

Ketamakan manusia terhadap hewan laut tergambar jelas dalam film In The Heart of the Sea karya Ron Howard. Kisah dimulai ketika tahun 1820 ketika pilihan terbaik bahan bakar penerangan adalah minyak paus.

Dibanding lilin, lampu minyak paus yang berasal dari lemak, menyala terang dan bebas asap. Tak heran jika perburuan paus adalah hal lumrah bahkan usaha menggiurkan.

Dalam film yang diangkat dari kisah nyata itu mempertontonkan keserakahan, koalisi orang yang berseteru, dan pembalasan dendam paus sperma yang kemudian menginspirasi Herman Merville menulis karya epiknya, Moby Dick.

Jika kemudian pada tahun 2020 orang-orang di Animal Law Clinic at the Lewis & Clark Law School (Portland, Oregon, AS) ingin memberi perhatian pada pentingnya hewan air bagi masyarakat dan ekosistem kita dan menyerukan 3 April Hari Hewan Akuatik Sedunia, tentu tak berlebihan.

Untuk meningkatkan kesadaran global tentang hewan air yang tak cuma penting sebagai spesies, tetapi mereka juga memiliki nilai dan nilai intrinsik sebagai individu.

Yang dimaksud hewan air tentu tidak hanya ikan atau paus, tetapi juga banyak hewan lain yang mendiami habitat perairan seperti: amfibi, mamalia laut, krustasea, reptil, moluska, burung air, serangga air, bintang laut, dan karang.

Seorang ayah setengah bercanda bercerita ke temannya bahwa ia membawa anaknya berbelanja ke pasar dan mengenalkan jenis-jenis ikan di sana, karena tak punya cukup uang membawa anak ke wahana seperti Sea World. Anaknya riang gembira, namun ada satu hal mengganjal di hati. Di pasar ia dikenalkan pada jenis ikan air tawar dan laut.

Namun tiba di rumah si anak menatap dalam ke ayah. Wajahnya mendung.

“Ayah, bagaimana nasib ikan air tawar di zaman bahtera Nabi Nuh? Air tawar menjadi asin. Mereka mati?”, mata si anak mulai sembab. Pria dewasa itu terkesiap.

“Tidak, Nak. Mereka mengalami aklimatisasi, tubuh ikan menyesuaikan diri pada kenaikan kadar garam. Waktu itu air tawar menjadi asin secara perlahan. Sampai sekarang pun banyak jenis ikan dapat hidup di air tawar, payau dan asin, disebut ikan euryhaline

Si anak menarik nafas lega. Ayahnya pula menarik dan menghembus nafas lebih dalam. Fuih! selamat.  (*)