May 16, 2025
shutterstock

Ilustrasi: shutterstock

Oleh Agoes S. Alam

“Pucuk paku dalam paku, paku dibawa dari seberang, aku mencari aku, aku menyuruk dalam terang”

Ketika engkau tidak mengenali mencari ” Abdurrahman” bagaimana engkau bisa berjumpa dengannya. Lalu engkau memanggil-manggil Abdurrahman, padahal Abdurrahman duduk di sebelah engkau dan melihat engkau memanggil-manggil dirinya.

Mengenal [know] tahapan penting untuk menuju pintu yang lebih tinggi setingkat yaitu meyakini [believe] bahwa diri telah merasakan keberserahan dan ketertundukan di hadapan Tuhan.

Agama sebagai hudan linnas yang memuat pesan Tuhan, mengajarkan manusia pengetahuan dengan dibekali akal yang diberikan ruang berpikir untuk menentukan tafsir apa yang dikehendakinya.

Ruang pemahaman dangkal spritual itu akan memanggil dan mencari Abdurrahman tadi. Sedangkan pemahaman spritual yang lebih universal dan komprehensif akan berpelukan dan meluahkan ketertundukannya dalam rasa yang tidak dijumpai orang lain [fana] ketika perjumpaan itu.

Kepahaman spiritual ini adalah jalan menuju kerinduan pada sang Khaliq. Mutiara kerinduan tidak didapat tanpa “mengenal” dan mengenal tidak dijumpai ketika tidak ” memahami“.

Tuhan tidak eksklusif dan bukan milik orang-orang yang mengklaim dan merasa Tuhan dekat dengan mereka. Tuhan sendiri memberikan otoritas penuh kepada manusia untuk berpikir [afala ta’qilun], namun apakah manusia itu meyakini bahwa Tuhan adalah tempat kita berserah diri.

Terkadang, banyak manusia memahami “ketertundukan” hanya sebatas ritual tapi tidak menjadikan Tuhan tempat “berserah” dan belum masuk ke tahap “believe“. (*)