
Ilustrasi: smellslikeart.org
Oleh Harnata Simanjuntak
Bulan bersolek menyisir rambut, bercermin sungai
dipandang takjub sang banteng, dari balik rimpun mawar
ke dalam sungai bulan mengurai
ketika malam usai dan menyingsing fajar
Gypsy Kings melantunkan bait demi bait lagu El Toro Y La Luna dalam rentak flamenco nan mendayu namun maskulin. Dongeng seekor banteng muda perkasa yang meninggalkan kawanan saban malam demi melihat pesona rembulan lebih dekat. Kisah cinta menepuk angin pada sang candra berbaris panjang sebentang bumi. Legenda kelinci dan bulan di China dan Jepang, kisah serigala dan bulan di India dan Amerika, jaguar dan bulan di Meksiko. Sebuah senarai tebal menggulung.
Kisah kasih bulan adalah juga tentang Selene dan Endymion di Yunani, juga tentang Putri Kaguya di Jepang. Dalam legenda Kaguya hime no monogatari, sang putri adalah makhluk bulan yang dihukum turun ke bumi. Kemudian ditemukan seorang kakek pencari bambu dalam sebuah batang bambu bercahaya. Setelah dewasa Putri Kaguya menjadi gadis rupawan yang diinginkan banyak lelaki termasuk kaisar. Bak kisah putri rembulan di belahan bumi lain, sang putri kembali ke bulan. Hampir selalu kisah kasih tak sampai.
Ada lagi tentang bulan yang purnama dalam A Midsummer Night’s Dream karya William Shakespeare. Tidak hanya magis, tetapi juga sebagai penggerak utama dari kisah cinta tokoh – tokoh pada pertemuan ajaib dalam hutan. Hati mereka bertukar corak, rindu-benci, suka-dendam.
Percy Bysshe Shelley pula dalam soneta To the Moon mencoba mencuri perhatian bulan dengan memberi simpati. Ia menulis,
Apakah engkau pucat karena lelah
Mendaki surga menatap bumi,
Mengembara tanpa ditemani
Di antara bintang-bintang nan lahir berbeda,-
Setia menjadi tempat curahan hati, banyak puisi dihantarkan ke bulan. Roderick Dhu menyampaikan curahan hatinya ke bulan saat ia merenungkan kesepian dan kepedihan hatinya dalam Lady of the Lake karya Sir Walter Scott. Sebagaimana berton puisi ditulis berlaksa juwana patah hati tersimpan di bawah katil, laci meja, atau dasar lumpur sungai.
Bahwa gairah manusia lebih berpendar kala purnama atau fase bulan lain, belum terbukti sahih secara ilmiah. Meski demikian, beberapa kajian menunjukkan ada kaitan antara bulan dan aktivitas seksual. Penelitian tahun 2013 menemukan bahwa jumlah kelahiran di Inggris meningkat selama fase bulan purnama, dibandingkan dengan fase bulan yang lain. Studi yang sama juga menemukan bahwa terdapat peningkatan aktivitas seksual selama fase bulan purnama, meski tidak signifikan secara statistik.
Di laut, bulan berperan dalam musim memijah ikan. Pengaruh siklus bulan pada pasang surut laut berdampak pada perilaku reproduksi ikan. Tarikan gravitasi antara bumi, bulan, dan matahari menghasilkan siklus pasang surut, mempengaruhi lingkungan air di mana ikan berkembang biak. Di air tawar beberapa spesies ikan cenderung memijah pada musim semi dan musim gugur, ketika suhu air mulai naik atau turun, dan jumlah cahaya di sekitar mereka juga berubah karena perubahan durasi hari dan malam.
Akan halnya kuasa bulan atas laut, mitologi suku Inca dengan kecerdasan yang menjulang dalam Kisah Mama Quilla sang dewi bulan dalam mitologi menutur legenda bahwa sang dewi memerintah atas kekuatan gelombang laut. Gerakan bulan mereka percaya penyebab gelombang laut.
Bulan tak semata tentang berkasih-kasihan. Tak selalu eros. Ia juga adalah keberanian, pengorbanan. Setidaknya ketika dulu kue bulan yang di dalamnya terdapat pesan diagihkan sesama bangsa Han untuk melepas diri dari Mongolia. Purnama juga adalah pengalaman transendental, masa untuk bermeditasi dan berdoa dalam tradisi Buddhis, juga dianggap sebagai waktu ketika Buddha menyampaikan khotbah ajarannya.
Usia bulan sebagai satelit bumi telah pun 4,5 milyar tahun. Bumi mula – mula, sang proto, dibentur benda asing, memuntah serpihan yang tak hendak menjauh, malahan berkumpul jadi satu dan mengitari sang terra. Maka tak heran selalu hadir rindu kembali bersua. Seperti pertengahan maret lalu, NASA memperkenalkan pakaian antariksa terbaru, dinamai AxEMU dalam misi Artemis sang penerus Apollo.
Kembali ke lagu, ketika Bart Howard menulis Fly Me to the Moon dan dinyanyikan Felicia Sanders pertama kali di sebuah klub malam, berlomba – lomba barisan yang ingin ikut mendendangkan. Logika rasa memenangkan Frank Sinatra sebagai pembawa paling populer.
Namun tak jarang minda kita melupakan sang candra. Seperti ketika suatu malam seorang juwana berkendara roda dua di jalan cempedak kota pesisir, Dumai. Ia bersua genangan air yang jika diamati benar terlihat merayap naik amat perlahan, memanjat hingga ke darat. Si juwana tersenyum malu. Ia terjebak air laut di lebuh raya kota.
Lelaki muda memandang rembulan yang sedang membulat indah malam itu. Daya besar nan membawa serta rob. Sang juwana, atau kita, selalu dalam laku leher tertekuk, namun bukan sebab pasrah tunduk. Lupa menengadah ke seluas semesta, di mana bulan dan semenda lain bergantungan. Padahal tiga ratus delapan puluh lima tahun lalu John Milton telah terkesiap ketika berjumpa Galileo hingga menulis dalam Paradise Lost :
This pendent world, in bigness as a star of smallest magnitude, close by the moon.
Ya, bulan takkan pergi jauh.