
Foto Ilustrasi: salsknews.ru
OIKTEI Hukum – Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik, kata Peter Eigen, seorang pendiri Transparency International. Korupsi adalah extraordinary crime yang mampu menghancurkan sebuah negara. Namun apa yang memotivasi seseorang tetap melakukan jenis kejahatan ini?
Dalam berbagai perspektif, motivasi seseorang melakukan korupsi bisa dijelaskan dengan beberapa pandangan filosofis yang berbeda. Cara hidup hedonisme ditempatkan pada urutan pertama:
- Hedonisme: Pandangan ini berpendapat bahwa motivasi utama seseorang dalam melakukan korupsi adalah untuk memperoleh keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya. Hedonisme menganggap bahwa manusia selalu mencari kepuasan dan kenikmatan, termasuk dalam hal memperoleh kekayaan dan kekuasaan.
- Utilitarisme: Pandangan utilitarisme menyatakan bahwa seseorang melakukan korupsi jika ia memandang bahwa tindakan tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi dirinya sendiri atau kelompoknya daripada kerugian yang diakibatkannya. Menurut pandangan ini, seseorang akan melakukan tindakan korupsi jika ia percaya bahwa manfaat yang didapatnya akan lebih besar daripada risiko atau kerugian yang mungkin timbul.
- Etika Keadilan: Pandangan ini berfokus pada nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Seseorang yang melakukan korupsi dalam pandangan etika keadilan dianggap melanggar prinsip-prinsip keadilan yang mendasar. Tindakan korupsi dianggap sebagai tindakan yang merugikan kepentingan bersama atau publik dan menciptakan ketidakadilan dalam masyarakat.
- Etika Kepemimpinan: Pandangan ini menganggap bahwa tindakan korupsi dapat terjadi karena kurangnya integritas dan etika kepemimpinan. Seseorang yang memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin diharapkan memiliki sikap dan nilai-nilai yang terhormat dan memprioritaskan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi atau kelompok.
Disimpulkan, meskipun setiap pandangan filosofis memiliki pendekatan yang berbeda, namun secara umum motivasi seseorang untuk melakukan korupsi bisa disebabkan oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, pandangan utilitaristik, kurangnya integritas dan etika kepemimpinan, serta pelanggaran prinsip-prinsip keadilan.Dikutip dari berbagai sumber dari dalam dan luar negeri, korupsi menjadi budaya di beberapa negara ketiga karena beberapa faktor, antara lain:
- Lemahnya sistem hukum dan pemerintahan: Negara-negara ketiga seringkali memiliki sistem hukum dan pemerintahan yang lemah, sehingga tidak mampu menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Hal ini memungkinkan terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik.
- Ketidakseimbangan kekuasaan: Ketidakseimbangan kekuasaan antara penguasa dan rakyat juga menjadi faktor penyebab korupsi menjadi budaya di negara-negara ketiga. Pejabat publik atau elit politik seringkali memanfaatkan kekuasaan dan akses mereka terhadap sumber daya untuk memperkaya diri atau kelompoknya.
- Ketergantungan pada sumber daya alam: Negara-negara ketiga yang memiliki sumber daya alam yang melimpah seringkali mengalami masalah korupsi yang serius. Pada beberapa kasus, sumber daya alam diambil dan dikelola oleh negara dan sekelompok orang, yang kemudian memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya.
- Budaya yang mendukung korupsi: Beberapa budaya di negara-negara ketiga mungkin mendukung atau membenarkan praktek korupsi, atau menganggapnya sebagai bagian dari sistem yang dianggap wajar. Hal ini membuat korupsi menjadi budaya yang sulit dihilangkan.
Korupsi yang menjadi budaya di negara ketiga membutuhkan perubahan sosial dan kelembagaan yang signifikan untuk dihilangkan. Perlu ada upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemerintahan, serta memperkuat sistem hukum dan mengurangi ketidakseimbangan kekuasaan. Selain itu, perubahan budaya dan norma sosial juga diperlukan agar korupsi tidak lagi dianggap sebagai hal yang wajar atau diterima di masyarakat.
Berikut beberapa kutipan dari para ahli tentang kejahatan korupsi:
- “Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.” – Peter Eigen, pendiri Transparency International.
- “Korupsi adalah bentuk kejahatan yang sangat merusak. Korupsi merusak kepercayaan masyarakat pada sistem hukum, merusak ekonomi, dan memperburuk ketimpangan sosial.” – Robert Klitgaard, ahli anti-korupsi.
- “Korupsi adalah sebuah tindakan yang menunjukkan ketidakmampuan moral dan intelektual seseorang dalam mempertahankan nilai-nilai dasar.” – Alina Mungiu-Pippidi, ahli anti-korupsi.
- “Korupsi adalah kejahatan yang menghancurkan integritas dan kepercayaan pada institusi publik, serta menghalangi kemajuan sosial dan ekonomi.” – Jorge Castañeda, mantan menteri luar negeri Meksiko.
- “Korupsi bukan hanya masalah moral atau etika, tetapi juga masalah sistemik yang mengancam keamanan dan kesejahteraan masyarakat.” – Dino Patti Djalal, mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Kutipan-kutipan ini menunjukkan pandangan para filosof dan ahli bahwa korupsi bukan hanya tindakan yang merugikan kepentingan publik, tetapi juga menimbulkan kerusakan sosial dan ekonomi yang serius.
Cara Efektif dalam Memberantas Korupsi
Memberantas korupsi adalah suatu tantangan yang kompleks dan membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan terintegrasi dari berbagai pihak. Berikut beberapa cara efektif untuk memberantas korupsi:
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk mencegah terjadinya korupsi. Pemerintah dan lembaga-lembaga publik harus menerapkan kebijakan dan mekanisme yang memastikan akses publik terhadap informasi yang terkait dengan pengelolaan dana publik.
- Menguatkan sistem hukum: Sistem hukum yang kuat dan adil merupakan dasar penting dalam memberantas korupsi. Perlu adanya upaya untuk memperkuat independensi sistem peradilan dan meningkatkan pengawasan terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.
- Peningkatan kesadaran masyarakat: Kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi perlu ditingkatkan. Pendidikan dan informasi tentang korupsi, termasuk dampaknya pada kehidupan masyarakat, dapat membantu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memberantas korupsi.
- Membangun budaya integritas: Pembangunan budaya integritas dapat membantu mencegah terjadinya korupsi. Pemerintah dan lembaga-lembaga publik harus mempromosikan etika kerja yang jujur dan memperkuat praktik-praktik transparansi dan akuntabilitas.
- Kolaborasi antar sektor: Kolaborasi antar sektor, termasuk antara pemerintah, sektor swasta, LSM dan masyarakat sipil, perlu ditingkatkan dalam upaya memberantas korupsi. Kerjasama ini dapat menciptakan sinergi yang efektif dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi.
Dalam kesimpulannya, memberantas korupsi adalah tanggung jawab bersama dan membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan terintegrasi dari berbagai pihak. Peningkatan transparansi, akuntabilitas, sistem hukum yang kuat, peningkatan kesadaran masyarakat, pembangunan budaya integritas, dan kolaborasi antar sektor adalah beberapa cara efektif yang dapat dilakukan untuk mencegah dan memberantas korupsi. DO/r/berbagai sumber