
Diskusi publik pada saat peresmian Election Corner di Kampus Pasca Sarjana FISI UNRI. (F: dok. UNRI)
OIKETAI – Speakers’ Corner di Hyde Park kota London, adalah simbol kebebasan berbicara dalam sebuah negara monarki Inggris. Karl Marx, Vladimir Lennin dan George Orwell, pernah singgah dan berbicara di sini. “Corner” sekilas terkesan inferior dan marginal, tapi di situlah kekuatannya.
Kebebasan berbicara (the right to speak) adalah uluran tangan dari demokrasi, Inggris membolehkan hal ini sepanjang tak menyentuh Istana Buckingham. Ada sebentuk demokrasi yang dipeluk oleh monarki. Hal ini hanya semisal gambaran bahwa demokrasi terjepit di mana-mana, sedikit oleh monarki, dan sebagian besar sisanya dipegang kuat-kuat oleh oligarki.
Pesimis, jangan. Sepanjang tidak ada sistem bernegara yang sebaik mimpi utopia, biarkan demokrasi ada di sana. Tugas selanjutnya adalah mengawal. Mengawal demokrasi dengan kekuatan ide. Memastikan Pemilu, sebagai instrumen bagi sirkulasi kekuasaan dapat benar-benar jatuh ke tangan rakyat, alih-alih hanya ritual akrobatik kawanan oligarki.
Ini yang sedang dimainkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau (FISIP UNRI) lewat Election Corner yang baru saja diluncurkan di kampus Pasca Sarjana, Rabu (12/7/2023) kemarin.
Election Corner atau Pojok Pemilu ini, kata Dekan Fisip UNRI. Dr. Meyzi Heriyanto, M.Si diinisiasi bagi mengembalikan ghirah FISIP sebagai avant-garde dalam diskursus, penelitian, dan pengabdian terkait isu-isu sosial dan politik dalam skala lokal maupun nasional.
“Election Corner diharapkan mampu menjawab tantangan perkembangan ilmu politik melalui kajian-kajian berkelanjutan dan diskusi-diskusi temporer dengan para stakeholders serta mampu menjawab perkembangan situasi politik melalui pandangan-pandangan strategisnya yang dapat diimplementasikan oleh lembaga-lembaga politik yang ada,” kata Ketua Panitia peresmian sekaligus pengelola Corner Election, Dr. Tito Handoko.
Menurut Meyzi, Election Corner merupakan inovasi FISIP menyongsong Pemilu 2024 yang ada di depan mata. Sebagai istana ilmu sosial dan ilmu politik, FISIP UNRI sebut Meyzi, harus berada di garda depan, dalam ihwal kajian epistemi dan sains sosial. Termasuk telaah sistem bernegara (antara lain demokrasi), yang menjadikan Pemilu sebagai salah satu tool yang sekaligus memikul kedaulatan dari rakyat selaku pemilih. Rakyat harus diletakkan pada posisi kontrol an sich terhadap pemerintah yang menjalankan demokrasi itu.
Ia mengatakan bahwa kegiatan corner dititipkan kepada pengelola di bawah Dr. Tito Handoko yang nanti diharapkan lahir data yang valid sehingga bisa diolah sebagai big data politik.
“Kita lahirkan pengamat untuk basis data yang baik, wadah diskusi yang baik, diskusi terbuka. Agar nantinya netralitas FISIP tetap terjaga, tak berkiblat pada satu partai ataupun orang tertentu,” ujarnya.
Sebagaimana disampaikan Ketua Bawaslu Riau Alnofrizal dalam clossing statement-nya, “Gol yang paling indah itu adalah hasil tendangan pojok”. Maka Pojok Pemilu ini ialah tapak tempat penendangan demokrasi itu.

Selain peresmian Corner Election, dalam kesempatan itu juga dilakukan diskusi publik dengan tema, “Plus Minus Politik Identitas dan Masa Depan Demokrasi Indonesia”. Diskusi ini diisi oleh Ketua KPU Riau Ilham Muhammad Yasir, Ketua Bawaslu Riau Alnofrizal, Guru Besar FISIP UNRI Prof. Dr. Ali Yusri, dan perwakilan Kesbangpol Riau Rahmat Setiawan. Hadir pula Wakil Dekan III FISIP, Saiman Pakpahan, para alumni, dan mahasiswa. Juga digelar sesi penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan Memorandum of Agreement (MoA) antara UNRI dengan KPU, Bawaslu, dan Kesbangpol Provinsi Riau.
Mengenai tema diskusi perihal plus minus politik identitas, perwakilan Kesbangpol Riau, Rahmad Setiawan menyampaikan, sebenarnya pemahaman politik identitas muncul saat 2019 terjadi polarisasi yang sangat mendalam.
“Identitas itu jika dijadikan sebagai alat politik ini yang jadi masalah. Nanti ini dimulai dari intoleransi sampai terorisme. Dalam Pemilu ada polarisasi. Identitas politik silakan digunakan tapi jangan dibalik menjadi politik identitas,” jelas Rahmad. Menurut Rahmad, kelompok yang bermain politik identitas menargetkan masyarakat yang belum memahami kondisi menjadi sasaran.
“Kami mengoptimalkan forum semacam tugas bersama untuk menangani ragam permasalahan berdasarkan forum ini masing-masing. Sebab politik identitas di Riau tak terlalu berpengaruh, tapi yang bahaya itu menjelang Pilkada. Ini sangat terlihat,” jelasnya.
Sementara Ketua Bawaslu Riau, Alnofrizal melihat, tiap pemilu berlangsung selalu ada saja hal baru yang muncul seperti Golput, hoaks, dan lainnya. “Kita tak tahu 2024 nanti apa yang muncul. Bagaimana cara hal negatif bisa kita kurangi dan pencegahan. Ada tiga elemen, pengawasan, partisipasi masyarakat, dan publikasi media. Bagaimana media mengkampanyekan pemilu yang jujur dan aman,”ujarnya. DO/r