October 6, 2024

Aktivitas di perkebunan kelapa sawit. (F: dok. Asian Agri)

Jika tahun 2024 ini belum juga ada kesepakatan batas daerah, dapat dipastikan DBH Sawit Meranti tahun 2025-2026 masih Rp 0.

 

DUMAI Oiketai — Kepulauan Meranti ketiban apes. Kabupaten bungsu di Provinsi Riau ini tidak menerima serupiah pun dari kucuran Dana Bagi Hasil Sawit 2023.

Total DBH Sawit untuk Riau sebesar Rp 803 miliar. Provinsi Riau dapat paling besar Rp 83 miliar. Kabupaten Bengkalis memperoleh Rp22.160.404.000, Kabupaten Indragiri Hilir Rp43.397.030.000, Kabupaten lndragiri Hulu Rp27.305.271.000, Kabupaten Kampar Rp34.756.301.000, Kabupaten Kuantan Singingi Rp16.998.738.000, Kabupaten Pelalawan Rp33.873.165.000, Kabupaten Rokan Hilir Rp39.293.736.000, Kabupaten Rokan Hulu Rp33.687.684.000, Kabupaten Siak Rp27.419.188.000, Kota Dumai Rp16.782.649.000, dan Kota Pekanbaru Rp13.227.487.000. Kabupaten Kepulauan Meranti Rp 0.

Beberapa kali pejabat Meranti menemui Pj Gubernur Riau Edy Natar Nasution dan pejabat terkait. Mereka berharap kebijakan afirmatif Pemprov Riau agar diberi kucuran DBH Sawit. Mengingat Meranti masuk kategori daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) dan angka kemiskinan paling parah se-Riau (23,84%, termasuk kemiskinan ekstrem 5,53%=10.500 jiwa).

Tapi jawabannya standar, prosedural, formal. Dikatakan bahwa pembagian DBH Sawit berdasar Peraturan Menteri Keuangan. Pemprov Riau tidak ‘bernyali’ membuat kebijakan afirmatif di luar aturan pusat tersebut.
Sikap hati-hati ini mungkin wajar mengingat tiga gubernur Riau sebelumnya pernah jadi pasien KPK.

Mengapa Tak Dapat?

Setidaknya ada dua hal yang jadi sebab Meranti tak dapat kucuran DBH Sawit.
Pertama. Tidak ada data perkebunan sawit di Kepulauan Meranti. Data BPS Riau menunjukkan bahwa luasan kebun sawit di Meranti pada 2020, 2021 dan 2022 nol ha. Alias tidak ada.

Jika tidak ada data kebun sawit bagaimana bisa mendapat DBH Sawit?
Kedua, sampai sekarang belum ada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang batas daerah Meranti. Akibatnya Meranti belum memiliki kejelasan dan kepastian hukum atas batas daerahnya yang menjadi prasyarat teknis dan yuridis untuk mendapat alokasi dana dari Jakarta.

Padahal jika batas daerahnya definitif, Meranti bisa dapat kucuran DBH Sawit sebesar 20% karena berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil (Bengkalis, Siak dan Pelalawan). Begitulah rumusan pusat soal bagi-bagi dana seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2023 tentang DBH Perkebunan Sawit.
UU Kabupaten Kepulauan Meranti hanya menyebut batas-batas indikatif. Sementara batas definitif ditentukan lewat Permendagri.

Menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Meranti untuk segera menentukan batas daerah. Ini bukan urusan mudah. Meranti harus bersepakat dengan tiga tetangga (Bengkalis, Siak dan Pelalawan). Provinsi dapat memediasi kesepakatan ini.

Setelah fase di atas tuntas, proses dilanjutkan ke Kementerian Dalam Negeri untuk diverifikasi melibatkan Badan Informasi Geospasial, Direktorat Topografi Angkatan Darat, Pusat Hidro-oseanografi Angkatan Laut dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Jika verifikasi ok, tahap selanjutnya tinggal diteken Menteri Dalam Negeri. Proses verifikasi tersebut rata-rata butuh waktu setahun setelah tuntas di daerah.

Bayangkan: jika tahun 2024 ini belum juga ada kesepakatan batas daerah, dapat dipastikan DBH Sawit Meranti tahun 2025-2026 masih Rp 0.

Menjadi pertanyaan: apa sebab pemerintah Kepulauan Meranti tidak segera menentukan batas daerah sejak sah jadi kabupaten pemekaran tahun 2009?. RO/jotz