
DUMAI Oiketai — Dalam enam tahun terakhir pendapatan pelabuhan umum Dumai menurun. Hal itu terkait munculnya Keputusan Kementerian Perhubungan yang memberikan izin sementara kepada beberapa terminal khusus untuk melayani kepentingan umum.
Ada juga Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No A.943/AL.308/DJPL yang memberi izin kepada PT Oleokimia Sejahtera Mas, anak usaha Grup Sinarmas. Keputusan ini ditandatangani oleh Plt Dirjen Hubla Arif Toha pada 8 November 2021.
Beberapa keputusan Dirjen Hubla lainnya adalah No A.138/AL.308/DJPL dan A.139/AL.308/DJPL, serta A.1013/AL.308/DJPL, A.20/AL.308/DJPL dan A.369/AL.308/DJPL.
Dengan izin tersebut bongkar muat barang-barang umum bisa langsung masuk ke terminal khusus tanpa harus melalui pelabuhan umum.
Ketua Koperasi TKBM Pelabuhan Dumai Agoes Budianto menyoroti pemberian izin sementara Menteri Perhubungan sebagai penyebab turun drastisnya pendapatan koperasi bongkar muat yang ia pimpin dan pelabuhan umum milik negara (Pelindo). Diperkirakan pendapatan mereka anjlok 40-60%.
Selain itu Agoes melihat ada kejanggalan dalam keputusan Dirjen Hubla tersebut.
“Disebutkan dalam keputusan Dirjen Hubla itu bahwa BUP PT Pelindo Dumai dinilai tidak mampu melayani aktifitas bongkar muat di pelabuhan umum mereka. Dasar inilah yang menjadi argumentasi kuat Kemenhub membuat kebijakan menerbitkan izin tersebut,” ungkap Agoes.
Namun saat dikonfirmasi dalam sebuah rapat, alasan itu dibantah oleh komisaris dan direksi BUMN tersebut. “Pelindo Dumai tidak pernah dicek dan diminta laporannya oleh Kemenhub terkait fasilitas dan kemampuan bongkar muat. Pelindo Dumai keberatan jika dinyatakan tidak mampu,” lanjut Agoes.
Kejanggalan lain: izin tersebut diberikan kepada satu perusahaan tersus namun dalam isinya ternyata bisa dipakai untuk kepentingan beberapa perusahaan lain. Otomatis badan usaha tersebut membayar sewa kepada perusahaan pemilik izin.
“Terkesan negara memberi izin lapak untuk satu tenant yang kemudian akan mendapat profit dari ongkos sewa empat perusahaan lain,” ungkap Agoes.
Dalam perumusan kebijakan, pemerintah tidak bisa mengabaikan fakta yang terjadi di masyarakat. Oleh karenanya, pengambilan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy making) menjadi penting. Akan tetapi, dalam praktiknya, marak ditemui kebijakan publik yang terkesan tidak berpihak kepada rakyat dan mengabaikan realitas. Sebaliknya malah menguntungkan pihak swasta.
Atas beberapa kejanggalan ini Koperasi TKBM Dumai mengundang Universitas Riau melakukan kajian terhadap kebijakan Dirjen Hubla itu, Rabu pekan lalu (3/7) di Dumai. Kajian melibatkan disiplin ilmu pemerintahan, kebijakan publik, administrasi negara dan administrasi niaga serta hukum.
Hasil kajian UR berupa legal opinion akan dibawa ke Komisi V DPR RI, Kementerian Keuangan (tentang potensi hilangnya pendapatan negara), Pelindo Holding dan tidak menutup kemungkinan diserahkan juga ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan juga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Alternatif terakhir: diajukan judicial review di Mahkamah Agung.
Agoes menambahkan ulah PT Wilmar yang izin pelabuhan umumnya yang sudah habis 2 Juli kemarin namun masih beroperasi hingga kini. “Kami meminta otoritas KSOP Dumai menindak tegas tersus PT Wilmar yang jelas-jelas melanggar izin,” jelas Agoes. RO/matahukum