Oleh Muhammad Natsir Tahar
Apa yang terjadi bila tidak ada dimensi ketiga. Kita hidup di sebuah dunia datar tanpa ketebalan, yang dikenal sebagai Dimensi Kedua, diisi oleh makhluk-makhluk pipih yang hanya dapat bergerak pada sumbu X dan Y. Dunia ini, yang sering disebut Flatland, menjadi tempat penuh misteri bagi penghuninya yang tak pernah melihat ketinggian dan kedalaman, atas dan bawah.
Makhluk di dunia datar hanya akan berbentuk segitiga, lingkaran, segi empat, seperti bayangan, atau untuk dipermudah akan menyerupai kartun vintage, namun yang terakhir ini dapat menimbulkan ilusi kedalaman bagi orang yang hidup di dunia tiga dimensi (spaceland) atau 3D.
Seseorang di dunia dua dimensi akan bertanya-tanya, adakah yang lebih dari sekadar panjang dan lebar? Mereka pernah mendengar desas-desus dari para tetua, yang berbicara tentang sesuatu yang disebut “kedalaman dan ketinggian” itu. Namun, bagi mereka, itu hanyalah mitos. Di dunia mereka, segala sesuatu dapat dilihat dalam satu pandangan dari mana pun ia berdiri. Tidak ada tempat untuk bersembunyi, tidak ada ruang untuk bertumbuh ke arah yang tidak ia ketahui. Mereka merasa cukup dan tak butuh dimensi tambahan.
Penduduk Flatland menjalani kehidupan mereka dengan bahagia, menerima dunia mereka apa adanya. Setiap hari, mereka bekerja, bermain, dan berinteraksi satu sama lain, semuanya dalam batasan panjang dan lebar. Mereka percaya bahwa dunia mereka adalah satu-satunya realitas yang ada, dan tidak ada yang bisa mengubah keyakinan ini.
Jika kemudian ada kegelisahan dan paksaan serta munculnya postulat tentang dimensi yang lebih tinggi, kita dapat mengandai-andaikannya ke dalam beberapa perspektif, utamanya melalui filsafat, sains, dan agama. Orang-orang penting dalam dimensi ini akan bekerja keras untuk memberikan penjelasan. Beberapa politisi dua dimensi mungkin pernah berjanji untuk membangun jembatan ke dimensi ketiga, jika terpilih kelak.
Filsafat dapat memainkan peran penting dalam membantu manusia dua dimensi dalam berbagai pendekatan. Mereka bisa menggunakan analogi dan metafora untuk menjelaskan konsep dimensi ketiga. Misalnya, membayangkan keberadaannya dengan cara yang mirip dengan bagaimana kita membayangkan dimensi keempat.
Dari sudut logika dan matematika, mereka akan menunjukkan kemungkinan adanya dimensi tambahan. Konsep-konsep seperti geometri non-Euclidean atau teori manifold dapat membantu menggambarkan bagaimana dimensi tambahan bisa ada secara logis meskipun tidak terlihat secara langsung.
Kemudian dari perspektif Fenomenologi, para filsuf akan menyelidiki bagaimana manusia mengalami dan memahami ruang dan dimensi. Jika hidup di dunia dua dimensi, barangkali Edmund Husserl bisa menawarkan wawasan tentang bagaimana kesadaran kita bisa menafsirkan konsep yang berada di luar pengalaman langsung kita. Penerobosan selanjutnya dapat dijelaskan melalui cara metafisika, dan eksprimen pikiran, untuk mendorong batas pemikiran manusia tentang dimensi yang lebih tinggi.
Sains pula memiliki berbagai cara untuk menjelaskan dan menggambarkan konsep dimensi tambahan yang berada di luar pengalaman langsung manusia. Para ilmuan akan menggunakan pendekatan geomotri, matematika, fisika teoritis, visualisasi dan simulasi komputer, astrofisika dan kosmologi serta pengamatan empiris. Dengan mengabaikan apa semua itu memungkinkan untuk dibuat di alam dua dimensi.
Misalnya dalam pengamatan empiris, beberapa eksperimen dan pengamatan dalam Fisika partikel dan Kosmologi dapat memberikan bukti tidak langsung tentang keberadaan dunia 3D. Misalnya, Large Hadron Collider (LHC) mencari partikel dan fenomena yang bisa menunjukkan adanya dimensi tambahan.
Sementara agama memiliki pendekatan unik dalam menjelaskan konsep yang berada di luar pengalaman langsung manusia di dunia dua dimensi. Di antaranya tentang kebesaran dan keagungan Tuhan yang tanpa batas untuk menciptakan berbagai dimensi. Kemudian menganjurkan untuk mengimani hal-hal yang tak terlihat (baca: dimensi ketiga).
Beberapa agama di dimensi kedua mungkin memiliki teks-teks suci yang berisi alegori, metafora, atau deskripsi simbolis tentang realitas yang melampaui dunia fisik yang tampak. Sejumlah orang suci akan membeberkan tentang pengalaman spiritual dan mistis tentang adanya dunia tiga dimensi, yang memiliki keluasan, kelapangan, dan keindahan.
Selain dimensi ketiga, ada dua dimensi lain yang harus didaki dengan susah payah oleh manusia di dimensi kedua, yakni dimensi keempat dan kelima. Dalam fisika, dimensi keempat adalah waktu. Ini merupakan “garis” yang menghubungkan setiap momen dalam kehidupan kita, seperti rangkaian bingkai dalam sebuah film. Ruang-waktu adalah kombinasi dari tiga dimensi ruang (panjang, lebar, tinggi) dan satu dimensi waktu, membentuk sebuah kontinuum empat dimensi.
Sementara dimensi kelima memberi jalan bagi kita untuk melihat semua kemungkinan garis waktu yang berbeda. Setiap garis waktu adalah hasil dari berbagai pilihan dan peristiwa yang bisa terjadi dalam dimensi keempat.
Dalam teori Fisika seperti String, dimensi kelima adalah tempat di mana berbagai kemungkinan garis waktu atau alam semesta dapat eksis secara bersamaan, memungkinkan kita untuk berpindah antar berbagai realitas atau versi alam semesta.
Untuk menjelaskan dimensi kelima, alegorinya mungkin akan seperti ini: bayangkan kita memiliki sebuah buku cerita yang terdiri dari banyak halaman. Setiap halaman adalah satu garis waktu yang berbeda, masing-masing dengan berbagai pilihan dan hasil yang berbeda. Jika kita bisa melompat dari satu halaman ke halaman lain, kita akan berpindah antar garis waktu yang berbeda pula, masing-masing mewakili dunia tiga dimensi dalam dimensi waktu tertentu. Pusing. ~