May 17, 2025
10AEF111-37C6-46E6-AC33-213DC3A6751B-1843754759

Ilustrasi: static.promediateknologi.id

 

Oleh Syifa Syahrani Bachmid

Papua dengan kekayaan alamnya yang indah lagi menggiurkan sangatlah dekat dengan berbagai isu krusial. Referendum yang menuai pro dan kontra, kemerdekaan, Hak asasi manusia, hingga isu budaya menjadi pembahasan yang menarik untuk dikaji. Kita sering mendengar pernyataan bahwa Papua menjadi daerah integral NKRI. Pernyataan yang tak dapat dibantah ini dibenarkan melalui beberapa fakta terkait sejarah kemerdekaan Indonesia dengan berbagai tahapan serta kebijakan yang ditempuh.

Begitu banyak kebijakan ditetapkan Indonesia untuk memperkuat status dan identitas Papua yang sering berganti bersamaan dengan perubahan rezim Indonesia. Meskipun pada saat orde baru negara mencabut status Daerah Operasi Militer (DOM) di Papua, pengiriman pasukan untuk Papua masih berlanjut (Frans, 2022). Dengan demikian, saya ingin membawa pembaca pada isu yang sangat melekat dengan Papua yaitu isu HAM. Hingga kini, banyak sekali kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Tahun 2022 misalnya, kasus pelanggaran HAM mengalami peningkatan. Saya seringkali membaca berita tentang pelanggaran ham di Papua. Bahkan pernah ada situasi dimana para warganet di instagram serentak mengunggah template all eyes on Papua, menunujukan seberapa mirisnya pelanggaran ham yang terjadi.

Bukan hanya media lokal, Isu Ham yang tak kunjung selesai itu diberitakan secara berkala oleh banyak media global seperti CNN World, BBC, Al Jazeera, dan sebagainya. Saya teringat akan beberapa tajuk tentang konflik ham di Papua yang diberitakan oleh Al Jazeera. “Why Indonesian fails to address the West Papua Conflict”.  Berita ini berisi tentang bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengatasi penculikan Phillip Marthens oleh kelompok bersenjata. Meski tidak mengetahui persembunyian pilot, militer tetap melakukan upaya pencarian yang bersifat intimidasi . Hal ini menyebabkan beberapa orang Papua melarikan diri desa, tempat militer mencari informasi dengan cara yang mengintimidasi.

Al Jazeera memberitakan bahwa konfrontasi senjata terjadi setelah penculikan. Hal ini menjadi pintu terbukanya pelanggaran HAM yang ada di Papua karena konfrontasi bersenjata antara kelompok keamanan dan pasukan keamanan telah menuai korban jiwa dari warga sipil maupun tentara di Yahukimo, dan Puncak, kabupaten yang ada di Papua. Al Jazeera mencoba menegaskan gagalnya Indonesia secara berulang-ulang dalam konflik di Papua. Dalam berita bertajuk diatas, Al Jazeera mencoba untuk mengurai beberapa alasan kegagalan Indonesia. Salah satunya adalah cara Indonesia dalam menyelesaikan masalah yang sifatnya jangka pendek. Indonesia, dalam hal ini pemerintah pusat tidak berfokus pada penyelesaian penyebab melainkan lebih berfokus pada penyelesaian dampak yang terjadi. Padahal sudah jelas adanya bahwa jika akar permasalahannya yang menjadi fokus utama, maka konflik tidak akan terjadidan akan diikuti oleh redupnya pelanggaran HAM.

Al Jazeera juga memaparkan bagaimana konflik hak asasi manusia yang terjadi di setiap masa pemerintahan Jokowi dari tahun 2014 hingga tahun 2019. Beberapa hal penting yang diberitakan oleh Al Jazeera adalah pendekatan keamanan yang dominan, diskriminasi dan ketidakpuasan rakyat Papua, pelanggaran HAM yang menimbulkan rasa tidak percaya terhadap pemerintah pusat, kegagalan pembangunan, serta perbedaan perbedaan persepsi mengenai sejarah intergrasi Papua ke Indonesia. Berita terkait konflik di Papua di buat dengan pesan moral dimana diperlukan perubahan pola atau pendekatan oleh pemerintah Indonesia sendiri. Fokus keamanan dianggap kurang efektif. Pemerintah Indonesia perlu menuju pendekatan yang lebih humanis dan dialogis untuk mencapai solusi damai dan sustainable bagi konflik di Papua Barat.

Di samping isu pelanggaran HAM, Al Jazeera juga memberitakan isu lain seperti isu  referendum dan isu kemerdekaan. Dalam berita yang bertajuk “Goodbye Indonesia” Al Jazeera  menyajikan proses integrasi Papua ke Indonesia secara historis. Al Jazeera juga memberitakan dinamika  perjuangan kelompok separatis akan kemerdekaan papua. Diadakannya referendum kemerdekaan dan upaya diplomatis di PBB sebagai forum internasional juga menjadi fokus pemberitaan. Selanjutnya Al Jazeera melaporkan berbagai organisasi kemerdekaan Papua yang muncul seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Komite Naional Papua Barat (KNPB) hingga memberitakan respon masyarakat Indonesia.

Berita lain yang dipublikasikan terkait referendum ada pada berita bertajuk “ Should Papua remain part of Indonesia”. Berita adalah hasil pembahasan dari program The Stream yang ditayangkan pada 5 September 2019. Salah satu poin utama yang menjadi fokus berita adalah tuntutan referendum baru dimana banyak aktivis dan penduduk asli Papua mendesak agar diberlakukannya referendum baru untuk menentukan nasib sendiri.

Hal ini terjadi karena Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 dianggap tidak adil dan tidak representatif akan apa yang menjadi kepentingan masyarakat Papua. Lagi lagi, Al Jazeera menyoroti pelanggaran HAM yang dilakukan oleh apparat keamanan Indonesia termasuk tindakan represif terhadap para aktivis pro-kemerdekaan. Tuntutan referendum baru yang diajukan ditolak oleh pemerintah Indonesia, Hal ini didasari oleh prinsip negara bahwa Papua telah menjadi bagian dari NKRI yang sah. Begitulah yang diberitakan terkait isu referendum dan kemerdekaan oleh Al Jazeera.

Budaya yang hilang perlahan ketika membaca berita dengan tajuk “Papuan culture under threat” saya menyadari bahwa isu budaya jdi Papua juga disajikan oleh Al Jazeera. Penduduk asli Papua menyalahkan imigrasi dan diskriminasi atas kematian budaya secara perlahan. Kurang lebih itulah kalimat yang disajikan sebagai pokok utama pembahasan berita. Melalui hasil wawancara langsung dengan penduduk asli Papua khususnya Papua Indonesia di bagian barat pulau New Guinea, Al Jazeera melaporkan bagaimana budaya Papua yang mulai menghilang karena ramainya pedagang pendatang dari pulau lain seperti Sulawesi dan Jawa. Orang Papua tidak dapat menggunakan baju adatnya, mereka dipaksa memakai pakaian saat berpergian ke pasar.

Dalam berita tersebut, Al Jazeera mengungkapkan suara para penduduk Papua yang mengalami diskriminasi hingga kemiskinan yang dilatarbelakangi oleh persaingan ekonomi antara penduduk Papua dengan pendatang. Beberapa pernyataan dari penduduk asli Papua terdengar sungguh memprihatinkan. “Sekarang kita semua miskin. Sebelumnya hiduo kami baik-baik saja tetapi sekarang kami tidak dapat menghasilkan apapun lagi, semua orang membeli barang murah mereka”. Kurang lebih, pernyataan-pernyataan demikianlah yang menjadi sorotan pemberitaan.

Di Mana Posisi Media Global?

Untuk melihat bagaimana posisi media dalam memberitakan konflik Papua, media mempunyai tiga posisi, yaitu media as issues intensifier, media as conflict diminisher, dan media as conflict resolution. Al Jazeera sebagai media global yang memberitakan isu-isu krusial di Papua terkadang berada pada ketiga posisi tersebut. Dalam memberitakan isu-isu kemerdekaan, Al Jazeera dalam media as issues intensifier, memunculkan suatu konflik dan mempertajamnya, misalnya dalam beberapa berita tentang konflik dan kekerasan di Papua, Al Jazeera melaporkan konflik insiden kekerasan antara kelompok separatis dan apparat keamanan Indonesia di Papua dengan tajam. Hal ini karena Al Jazeera menyajikan waktu kejadian secara sistematis, dengan pendekatan berbasis data salah satunya adalah jumlah demonstran pro kemerdekaan Papua yang mengalami kekerasan.

Al Jazeera tidak berada pada posisi media as conflict diminisher atau pada posisi dimana media menyembunyikan suatu konflik karena pada kenyataannya, Al Jazeera kerapkali memberitakan secara realita yang terjadi di Papua terkait isu-isu krusial. Alih-alih menyembunyikan konflik, dalam isu ham Al Jazeera selalu memberitakan pelanggaran hak asasi manusia di Papua yang terjadi melalui pendekatan wawancara langsung, atau laporan-laporan dari media internasional lainnya. Selain itu, Al Jazeera juga menempati posisi media as conflict resolution yang menjadi pengarah jurnalisme damai. Aini dapat dibuktikan dengan berita terkait isu ham yang disajikan dimana Al Jazeera menjadikan konflik transparan dan mencari sebab akibat dari konflik yang ada. Misalnya dengan memberiakan alasan-alasan kegagalan Indonesia dalam mengatasi konflik Papua. Al Jazeera memberikan pesan moral bahwa untuk mencapai solusi damai dan berkelanjutan di Papua, pemerintah Indonesia perlu menekankan pendekatan yang lebih humanis dan dialogis. ~