
Koordinator KEPUNG, Roni Iriandani saat berorasi, belum lama ini. (F: dok. HM/wbn)
DUMAI Oiketai – Sejumlah aktivis di Kota Dumai menggelar aksi unjuk rasa sebagai respons terhadap dugaan korupsi besar-besaran di PT Pertamina (Persero), yang merugikan negara dalam jumlah sangat signifikan. Para aktivis mendesak agar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dicopot dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab atas permasalahan di tubuh BUMN yang berada di bawah pengawasannya tersebut.
Salah satu tokoh masyarakat dan aktivis di Dumai, Agoes Budianto, menyatakan bahwa Erick Thohir harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina beserta subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023 tersebut. Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.
Selain itu, isu mengenai dugaan penjualan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax oplosan juga menjadi perhatian publik. Kelompok Rakyat Anti Perampok Uang Negara (KEPUNG) di Dumai mengadakan aksi damai untuk mendesak Kejaksaan Agung mengusut tuntas kasus ini. Mereka juga menuntut Pertamina memberikan kompensasi kepada masyarakat yang mengalami kerugian akibat penggunaan BBM yang diduga tidak sesuai standar.
Koordinator KEPUNG, Roni Iriandani, menegaskan bahwa dugaan praktik oplosan Pertamax ini merugikan masyarakat dalam jumlah besar. “Konsumen merasa dirugikan karena BBM yang mereka beli tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan. Produk oplosan ini menyebabkan kerusakan pada kendaraan dan beban ekonomi tambahan bagi rakyat,” ujarnya melalui pesan singkat pada Rabu (26/2/2025).
Menurutnya, selain kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, masyarakat juga mengalami kerugian hingga Rp80 triliun akibat pembelian BBM yang tidak sesuai standar. Agoes Budianto menambahkan bahwa masyarakat yang membeli Pertamax dengan RON 92 justru menerima bahan bakar dengan kualitas lebih rendah, yakni Pertalite dengan RON 90. Ia menegaskan bahwa kerugian masyarakat harus menjadi perhatian utama dan segera ditindaklanjuti oleh Pertamina.
Aksi unjuk rasa yang digelar KEPUNG pada Kamis (6/3/2025) berlangsung di depan Gerbang Kilang RU II Putri Tujuh Pertamina Dumai. Dalam aksinya, KEPUNG menuntut agar pimpinan Pertamina di Dumai menyatakan kesediaan untuk mengganti kerugian masyarakat akibat dugaan BBM oplosan. “Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami akan terus mengawal kasus ini hingga ke tingkat yang lebih tinggi,” tegas Roni.
Menanggapi isu tersebut, PT Pertamina (Persero) membantah adanya praktik pencampuran bahan bakar yang disebut sebagai ‘upgrade blending’. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, berdalih bahwa seluruh produk BBM yang dijual kepada masyarakat telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas). “RON 92 tetap Pertamax, dan RON 90 adalah Pertalite. Tidak ada praktik pencampuran sebagaimana yang diberitakan,” jelas Fadjar saat ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Fadjar juga menyampaikan bahwa Kejaksaan Agung lebih mempersoalkan mekanisme pembelian BBM dengan RON 92, bukan terkait pencampuran bahan bakar. “Terdapat kesalahpahaman dalam narasi yang berkembang di publik. Kejaksaan lebih fokus pada aspek pengadaan dan distribusi BBM tersebut,” tambahnya.
Nama-nama ketujuh orang tersangka tersebut antara lain Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
Kemudian, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan; serta Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, Dimas Werhaspati.
Kasus ini terus menjadi perhatian publik, dan berbagai pihak menuntut transparansi serta langkah tegas dari pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan ini guna melindungi kepentingan negara serta masyarakat luas. RO/r