May 17, 2025
79374241363-img-20240911-wa0056-1024x698

Bupati Siak dua periode pada masanya, Arwin AS bersama Bupati Siak saat ini, Dr. Afni Zulkifli. (F:hariantimes.com)

Oleh Prof. Dr. Yusmar Yusuf, M. Phil

Lelaki agung dan secupak garam. Di genggamannya hak kesulungan Siak bersarang. Dialah pelaku tetak-tetau perdana kawasan Pemerintahan Siak di Tanjung Agung, Mempura. Segala tapak gagah dan juwita di sebuah kota taman dan taman dalam kota nan rimbun, teduh berbunga, bersisian gerigi sungai Jantan [Sungai Siak] adalah imajinasi tropikal liar dari sosok bernama Arwin AS.

“Arwin Sejarah” lebih dominan dari pada “Sejarah Arwin”. Dia manusia politik sejati yang bernavigasi etika dan moral politik. Walau dia figur non-partisan. Tombol non-partisan ini   adalah senjata lastik yang mencegat dua orang muridnya secara serempak sepanjang tahun 2024 dan 2025: Syamsuar dan Alfedri, tersungkur. Stop.

Selejang gemuruh pemilihan Kepala Daerah di Riau, Arwin menumpukan pertandingannya di dua level. Level satu, pemilihan Gubernur: Wahid menang. Orang pertama yang didatangi Wahid untuk minta restu pada pertarungan Gubernur Riau adalah Arwin. Dan, Wahid beberapa kali mengontak saya, bahwa dia, amat sangat hormat kepada tokoh ini. Selaku orang tua dan pemimpin yang paling banyak legacy-nya di Riau. Warisan yang mencengang dan berkelas.

Level dua; pertarungan pilkada Siak. Inilah inti jagat pertarungan marwah seorang Arwin. Di punggung Arwin tersemat ‘bintang mustari’ selaku  “pemangku kesaktian Sungai Jantan”. Cuca dan “syihir Arwin”, terbukti mampu memecat Alfedri yang memang muridnya sejak di lembaga akademis, sekalian bawahan yang dibinanya sejak berdiri Kabupaten ini. Dr. Afni menang telak pada PSU [Pemilihan Suara Ulang] di satu-satunya Kabupaten di Riau.

Alkisah, jalan politik Riau mencatat: dua orang murid Arwin, terjerembab oleh semburan garam yang dilepas dari genggamannya. Tak ada alasan mistikal. Memang Arwin dan timnya bekerja keras untuk menumbangkan dua pemimpin politik ini. Terkadang, Arwin pun merasa hiba atas kejadian ini. Namun, demi menyelamatkan Riau, Siak khususnya, jalan ini harus ditempuh. Walau pahit dan getar.

Setiap warga Siak, tak tua dan tak muda, punya memori yang tajam-berbunga tentang karya Arwin selama memerintah Siak dua periode. Ya, siang tadi, 22 Maret adalah tonggak sejarah kemenangan berikutnya bagi Arwin, tersebab helaan kenangan yang kuat rakyat Siak  atas karya dan monumen tinggi yang diciptakan Arwin di tanah Siak Darul al-Qiyam.

Rakyat Siak yang punya kenangan khusus kepada sosok Arwin. Mereka berujar dalam gempita kemenangan Afni-Budi: Arwin dilawaaaannn!!!. Ya, terjungkal.  Padah akibatnya. Dia ini sosok Empu dalam dunia keris dan persilatan politik [khusus]-nya Siak. Sosok yang tak banyak cakap. Jika pun harus bercakap [bertutur], dia pikirkan betul apa yang akan disampaikan dengan diksi-diksi yang hemat dan terpilih. Tak pernah menyinggung lawan bicara. Kalau pun dihajatkan untuk menyinggung, dia balut setebal-tebalnya dalam candaan dan seloroh yang berderai.

Afni, bagi Arwin ialah “anak politik”-nya. Afni, seorang tokoh wanita Siak yang punya jam terbang tinggi dalam kilauan politik nan rimbun di Jakarta. Dia berwawasan ekologis yang mumpuni dan teruji. Seorang aktivis dan pelaku [semi birokrat] dalam bidang kehutanan dan lingkungan hidup tingkat pusat. Selain itu dia juga sosok jurnalis lasak. Seorang akademisi yang bergairah menimba ilmu sampai level S-3 [Doktor].

Apa pun akan dilakukan oleh Arwin [walau secara fisik dah renta] demi memenangkan “dzuriat politik” Arwin yang lincah ini. Diikat komitmen memajukan Siak dengan sejumlah tapak rintisan mega yang digurat Arwin pada awal masa jabatan perdana dan keduanya. Sebutlah misalnya, kawasan industri Tanjung Buton. Sentra tanaman pangan dan holtikultura, di sela-sela primadona sawit tentunya. Keseimbangan ekologis Siak harus dipacu dalam moda poli-kultur. Tak boleh terpaku pada pola perkebunan yang mono-kultur.

Dalam kerawanan isu lingkungan, keringkihan daya dukung lahan dan deburan migran yang begitu massif masuk ke Siak, Afni dipandang Arwin adalah sosok yang tepat dan tangguh demi menyelamat setual muka bumi dari keculasan pembangunan yang tanpa arah dan wawasan ekologis. Siak dalam buana Riau berposisi selaku penyangga ibukota Riau. Ketika Pekanbaru mengalami kejenuhan dan “kepenuhan” spatial, maka Siaklah tempat lari dan berpindahnya segala bentuk infrastruktur utilitas Provinsi Riau. Sebutlah misalnya; Bandar Udara Pekanbaru ke depan, ketika berdepan kejenuhan spatial, maka Bandara ini amat layak berada di Kabupaten Siak. Secara strategis, sejatinya bandara dengan alasan keamanan penerbangan, harus berdekatan dengan pantai atau laut. Satu-satunya pilihan strategis itu adalah Siak.

Untuk menghadapi pertumbuhan kota-kota berstatus agro-politan di sepanjang ruas Tol Trans Sumatera, Siak harus memposisikan kuda-kuda [ancang-ancang] pembangunannya berpangku pada etika masa depan [future ethic]. Titik tapak merecup tumbuh kota-kota agropolitan itu antara lain, Kandis, Minas, Perawang, Lubuk Dalam yang berada di jalur gemuruh lalu-lintas niaga yang paling padat di “tulang punggung” jalur transportasi Sumatera.

Di samping itu, Siak memiliki keunggulan garis short-cut [garis pendek] dalam jarak tempuh transportasi antar provinsi [Utara-Selatan; Sumut dan Jambi]; Timur ke arah Kepulauan Riau. Di sini, Siak bisa mengembangkan keunggulan spatial kompetitif lanjutan; menyediakan kawasan pergudangan [warehousing/ storage/ inventory atau pun Suplly chain] bagi deru-deram pelintasan barang dan komoditi di atas perut Sumatera.

Arwin sudah merancang flatform Siak yang bedelau pada masa awal pembentukan kabupaten ini. Siak dulu pernah menabalkan dirinya selaku “guru pembangunan Riau”: Siak mengajar Riau, bagaimana membangun sebenar membangun”…

Di punggung Afni lah warisan itu dititipkan ….