June 13, 2025
AGOES Profil

DUMAI Oiketai – Tokoh multidimensi Kota Dumai, Agoes Budianto atau yang akrab disapa Agoes S. Alam, dinilai sebagai kandidat paling memenuhi syarat untuk memimpin Dewan Kesenian Dumai periode mendatang. Ekspektasi ini mengemuka jelang helat Musyawarah Daerah (Musda) Pemilihan Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kota Dumai yang akan berlangsung pada Senin, 9 Juni 2025 mendatang.

Penilaian tersebut diperkuat oleh Prof. Dr. Yusmar Yusuf, M.Phil, fenomenolog dan Guru Besar FISIP Universitas Riau, yang menekankan pentingnya kepemimpinan kesenian yang inklusif sekaligus futuristik untuk menjawab tantangan zaman.

 

Kesesuaian Visi dengan Tantangan Global-Lokal

Menurut Prof. Yusmar, Dumai—yang terletak di bibir Selat Malaka sebagai pintu gerbang perdagangan internasional—memerlukan ketua dewan kesenian yang mampu membaca denyut zaman tanpa kehilangan akar budaya. “Dewan Kesenian bukan hanya tentang melestarikan tradisi, tetapi juga tentang membangun jembatan emas antara warisan Melayu dengan gelombang industri 4.0. Agoes S. Alam memiliki visi ini: merawat syair tanpa alergi terhadap algoritma,” ujarnya.

Ia menambahkan filosofi kepemimpinan seni yang dibutuhkan Dumai: “Ketua Dewan Kesenian harus seperti Selat Malaka—menerima kapal-kapal asing tanpa pernah kehilangan garis pantainya. Seni adalah bahasa universal, tetapi bahasanya harus tetap beraksen Melayu.”

Agoes S. Alam bukan nama asing di dunia kesenian dan kebudayaan Dumai. Ketajaman visinya terlihat dari gagasan spektakulernya untuk meluncurkan Festival “Dumai Metaverse” suatu saat. Terobosan ini menurut Agoes adalah yang pertama di Dumai dengan menyatukan seni pertunjukan tradisional dengan teknologi virtual reality. Inovasi ini menurutnya tidak hanya akan mendapatkan apresiasi dari kalangan seniman lokal, tetapi juga menarik perhatian komunitas digital nasional.

 

Menjawab Tantangan Strategis Dumai

Seni adalah napas peradaban, denyut nadi kebudayaan, dan cermin kolektif masyarakat. Namun, ketika institusi yang seharusnya menjadi penjaga gawang kebudayaan justru terjebak dalam menara gading eksklusivitas, seni kehilangan rohnya. Dewan Kesenian, sebagai representasi ekosistem kebudayaan, idealnya menjadi rumah bersama bagi seluruh masyarakat seni—bukan sekadar klub elite yang terisolasi dari realitas sosial.

Hal tersebut disampaikan Agoes dalam prolog makalahnya yang berjudul “Reposisi Peran Dewan Kesenian Sebagai Rumah Aspirasi Masyarakat Seniman, Bukan Eksklusivitas Elite”

Secara ideal menurutnya, Dewan Kesenian memiliki tiga fungsi utama yakni sebagai  fasilitator  [membuka akses sumber daya bagi seniman], mediator [menjembatani dialog antara seniman, pemerintah, dan masyarakat, dan kurator  [menjaga kualitas dan relevansi seni dengan konteks sosial].

Prof. Yusmar Yusuf menambahkan: “Dalam perspektif fenomenologi, kesenian adalah lifeworld (dunia kehidupan). Pemimpinnya harus mampu menjadi juru bicara yang menghubungkan lifeworld tradisional Dumai dengan sistem modern. Visi Agoes tentang digitalisasi tanpa dehumanisasi menjawab ini.”

Banyak kalangan meyakini, Agoes S. Alam adalah figur yang mampu mengubah Dewan Kesenian dari menara gading menjadi rumah bersama—tempat di mana seniman tradisional, pekerja migas, generasi Z, dan algoritma digital bisa berdialog setara.

“Dumai terlalu berharga untuk dikelola dengan cara biasa. Seninya adalah mutiara di bibir Selat Malaka yang harus dipoles dengan visi luar biasa,” pungkas Prof. Yusmar. RO/r